Siltap Kecil Beban Tugas Besar, Kakon di Kabupaten Pringsewu Curhat kepada KPK

08 November 2023
admin
Dibaca 237 Kali
Siltap Kecil Beban Tugas Besar, Kakon di Kabupaten Pringsewu Curhat kepada KPK

PRINGSEWU | LRNN – Sejumlah keluhan dan harapan dikemukakan sejumlah kepala pekon (Kakon) di Kabupaten Pringsewu saat acara Sosialisasi Anti Korupsi Program Pencegahan Korupsi Seluruh Pemangku Kepentingan dan Program Desa Anti Korupsi pada Pemerintah Kabupaten Pringsewu yang dilaksanakan Inspektorat Pringsewu di Hotel Urban By Front One, Senin (6/11/2023).

Keluhan bernada “Curhat” ini mulai dari masalah penghasilan tetap (Siltap) sebagai pejabat Kakon yang tidak sebanding dengan beban tugas dan pelayanan yang harus dilakukan.

Kemudian, masalah bantuan dan pendampingan hukum dari pemerintah daerah (biro hukum) serta biaya-biaya tak terduga lainnya yang harus dikeluarkan dan menjadi tanggung jawab kepala pekon.

Hal itu seperti disampaikan Purwoko, Kakon Sukoharjo III, Kecamatan Sukoharjo.

Menurut Purwoko yang juga sebagai Ketua DPK APDESI (asosiasi pemerintah desa seluruh indonesia), bila mau dihitung, apa yang sudah diberikan pemerintah daerah, kami (para kepala pekon) sangat berterimakasih.

“Siltap kami hanya 3 juta, namun kami dituntut harus mampu melayani masyarakat. Perlu dipahami dan dicatat, kalau kepala pekon/desa merupakan pejabat yang paling sibuk”, tandas Purwoko kepada Alfi Rachman Waluyo dan Wuri Nurhayati, Fungsional Pemberantasan Korupsi Kedeputian Korsup KPK RI didampingi Sekretaris Inspektorat Kabupaten Pringsewu, Yanwar Haryanto, S.Sos, dalam sesi tanya jawab.

Selain tidak dibekali dengan ilmu akuntansi dan ilmu teknis lainnya lanjut Purwoko, kepala pekon dengan jabatannya yang melekat dituntut harus bisa dan mampu menyelesaikan segala persoalan.

Sementara kata dia, dalam praktiknya secara kondisi, perencanaan ada yang dipertanggungjawabkan dan tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Purwoko juga memberikan contoh, bagaimana sebagai kepala pekon harus bisa menyukseskan acara Agustusan di setiap tahunnya.

“Misalnya soal kegiatan 17 Agustus, dimana kepala pekon harus memberi kontribusi, sementara anggaran itu tidak masuk kedalam perencanaan. Termasuk juga soal kegiatan bersih desa dan masalah berlangganan media. Mohon petunjuk supaya kami tidak dinilai melakukan perbuatan melawan hukum”, beber Purwoko.

Curhatan senada dilontarkan Suranto, Kepala Pekon Ambarawa Barat, Kecamatan Ambarawa.

Menurut Suranto, menjadi kepala pekon/desa sebenarnya sangat dilematis. Sebab dituntut harus bisa mensejahterakan masyarakatnya, dengan hanya berpenghasilan kecil.

“Tidak semua kepala pekon/desa kondisi pendapatan dan ekonomi keluarganya baik. Untuk itu, kami minta KPK bisa ikut mendorong penghasilan (gajih) kepala desa”, tandas Suranto yang juga sebagai Sekretaris DPK APDESI Ambarawa.

Berbeda dengan Safrizal, Kepala Pekon Pardasuka Selatan, Kecamatan Pardasuka. Ia mengemukakan kalau selama ini pemerintah daerah tidak ada bantuan hukum, saat dimana kepala pekon harus berhadapan dengan persoalan hukum.

“Saya belum pernah denger biro hukum pemerintah daerah memberikan bantuan hukum. Saat kami harus berhadapan dengan hukum, kami harus mengeluh kemana?, ucap Safrizal.

Safrizal juga menanyakan perihal institusi mana yang paling berkompeten dalam menyatakan, kalau tata kelola DD suatu pekon itu baik dan tidak bermasalah.

“Anti klimaksnya, institusi mana yang berkompeten menyatakan, kalau pekon itu pengelolaan DD-nya baik. Sebab, selama ini pemeriksaan rutin oleh inspektorat selalu kita lalui”, ucapnya.

Menanggapi keluhan para kepala pekon berkenaan dengan masalah Siltap, Alfi akan membawa permasalahan itu untuk dibahas.

“Kami akan bawa masalah ini dalam rapat-rapat KPK nanti. Tapi jangan karena gajih kecil, kita kemudian melakukan kemudian rasionalisasi. Ini akan jadi catatan kami kedepan”, tandas Alfi.

Menurut Alfi, KPK hanya akan menangani perkara dugaan korupsi dengan perhitungan nilai kerugian negara (KN) sebesar Rp.1 miliar.

“Tetapi, bukan berarti kepala desa bisa bebas dan semaunya. Sebab, turut serta dengan bupati walau tidak ada kerugian negara, KPK tetap bisa masuk dan tindaklanjuti”, terang Alfi.

Menurut Alfi, merujuk pada teori Fraud soal Tri Angel disebutkan, kalau tindak pidana korupsi itu terjadi karna tiga (3) hal.

“Satu, karna ada tekanan dari luar seperti dari bupati dan lainnya. Kedua, adanya peluang dan ketiga alasan rasionalisasi. Untuk itu, walau gajih kepala desa/pekon kecil, jangan sekali-kali menggunakan rasionalisasi dalam pengelolaan dana desa”, imbaunya.

Inspektur pada Inspektorat Kabupaten Pringsewu, Andi Purwanto, ST., kepada wartawan Lampungrayanews.com menjelaskan, kegiatan sosialisasi dimaksudkan dalam rangka memberikan pemahaman kepada pemangku kepentingan, baik itu kepala OPD, kepala pekon dan juga kepala sekolah.

“Supaya mereka paham akan bahaya korupsi, dan mereka bisa menghindari tindakan itu”, ucap Andi Purwanto.

Acara sosialisasi diikuti oleh 126 kepala pekon ditambah lima (5) lurah dan sembilan camat se Kabupaten Pringsewu. (Ful)

sumber : https://lampungrayanews.com/siltap-kecil-beban-tugas-besar-kakon-di-kabupaten-pringsewu-curhat-kepada-kpk/https://lampungrayanews.com/siltap-kecil-beban-tugas-besar-kakon-di-kabupaten-pringsewu-curhat-kepada-kpk/